Pages

Rabu, 01 Januari 2014

AN-NAHT (Akronim dalam Bahasa Arab)



AN-NAHT (Akronim)

  1. Pengertian An-Naht
1.      Secara Bahasa
Istilah An-Naht dari segi bahasa berasal dari kata نحت- ينحت yang mengandung makna memahat, menata dan mematung. seperti firman Allah dalam al-Qur’an :
وتنحتون من الجبال بيوبا أمنين
 “Dan kamu pahat sebagian dari gnung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin
Lisan Arab menulis An-Naht adalah النشر (menggergaji), البري (meraut) dan القطع (memotong). Keseluruhan makna di atas terhimpun dalam arti “memahat” yang merupakan makna hakikat An-Naht. Hal ini dapat dipahami karena secara umum pekerjaan menggergaji, menata, mematung, menggergaji, meraut dan memotong adalah pekerjaan yang saling berhubungan bagi pemahat atau seni ukir.

2.      Secara Istilah
Sedangkan menurut istilah diartikan sebagai formulasi dua kata atau lebih menjadi satu ungkapan baru yang menunjukkan makna aslinya. Kata yang digabung tersebut dapat terdiri dari kata benda seperti basmalah, kata kerja seperti hamdalah atau huruf seperti innama berasal dari inna dan ma, dengan tetap mengikuti kaedah kebahasaan dan bentuk-bentuk tashrif bahasa. Hubungan makna leksikal dengan makna istilah ialah karena An-Naht kegiatan manata ulang kata-kata atau kalimat. Hal ini mirip dengan kegiatan memahat atau mematung yang bekerja memotong-motong dan membuang sebagian unsur suatu kata kemudian membuat formulasi yang berbeda dengan forma awal.
Definisi di atas memberikan pengetian bahwa An-Naht merupakan langkah kreatif meringkas dan mempermudah pengucapan serangkaian kata. Bentuk An-Naht secara sepintas mempunyai kemiripan penyingkatan dalam bahasa Indonesia (Akronim). Letak persamaannya terletak pada upaya penyederhanaan dan meringkas kata untuk mempermudah pengucapannya. Sedangkan perbedaannya terletak pada corak dan semangat setiap bahasa.
Melalui telaah karya-karya linguist ditemukan bahwa pembahasan tentang An-Naht hampir tidak mendapatkan perhatian serius di kalangan linguist. Kalaupun ada upaya ke arah penelitian dan penemuan teori-teori An-Naht, upaya-upaya tersebut tidak mendapat sambutan baik dari kelompok linguist tradisional. Bahkan mendapat sorotan tajam yang menganggap An-Naht terlalu mengada-ada. Sikap seperti itu pada hakikatnya didasari oleh tekad untuk menjaga kemurnian bahasa Arab, terutama karena bahasa al-Quran. Meskipun harus dipahami pula, An-Naht telah menjadi kebutuhan zaman yang kadang-kadang dalam memberikan informasi lisan atau tulisan membutuhkan ungkapan ringkas. Pertemuan di antara dua pendapat berlawanan ini, yakni kelompok yang menganggap An-Naht hanya perbuatan mengada-ada dan kelompok yang menganggap harus ada dan perlu dikembangkan, haruslah dipelihara sehingga senantiasa membutuhkan hadirnya kreatifitas di satu sisi sedang di sisi lain kemurnian juga tetap terjaga.
Dalam al-Quran kata An-Naht dalam bentuk kata kerja disebutkan 4 kali, yaitu di dalam surat Al-A’raf: 74, Asy-Syu’ara’: 149, Ash-Shafat: 95 dan Al-Hijr: 82. Penelusuran penggunaan kata ini dalam al-Quran seluruhnya bermakna memahat gunung untuk tempat tinggal atau membuat membuat patung sebagai seni dan kebanggaan kaum Tsamud atau menjadi sembahan kaum Nabi Ibrahim as. Para ahli mengambil istilah An-Naht yang asal pengertiannya memahat, mematung dan menata benda bersifat material tersebut menjadi nama bagi penggabungan dua kata atau lebih menjadi satu ungkapan. Dalam Bahasa Indonesia, istilah ini dikenal dengan istilah akronim, atau singkatan yang menjadi pola meringkas atau menyingkat dua kata atau lebih menjadi satu ungkapan. Sebagaimana sering terdengar ungkapan sinetron yang berasal dari gabungan kata sinema dan elektronik.
Dari definisi diatas dapat kita pahami bahwa secara setructual, An-Naht bahasa Arab dihasilkan melalui penggabungan dua unsur atau lebih menjadi satu kata baik dengan cara menghilangkan satu unsur konsonan atau menggabungkan semua unsur menjadi satu (ditulis/diucapkan serangkai). An-Naht juga bisa dibentuk dari kata termasuk frase dan kalimat.
  1. Perkembangan An-Naht dalam Bahasa Modern
An-Naht mengalami pengaruh dan perkembangan kebahasaan sebagaimana telah menjadi kecenderungan umum semua bidang ilmu pengetahuan. Teori perkembangan bahasa menganggap bahwa perkembangan bahasa sangat terpengaruh oleh lingkungan di mana bahasa berkembang. Interaksi suatu bahasa dengan bahasa lain dapat melahirkan wujud baru yang tidak ditemukan sebelumnya. Demikian pula yang terjadi dalam An-naht ini.
Bahasa apapun di dunia ini tidak lepas dari pengaruh bahasa lain. Apa yang dikemukakan oleh linguist Arab Mazhar dalam buku Tajdid Al-‘Arabiyyah seperti dikutip oleh Jaroslav, bahwa Bahasa arab sebagai bahasa derivative sudah komitmen dengan pola yang telah ada. Oleh karena itu, Al-Naht dalam perkembangannya sudah tidak mengalami perkembangan.
Tetapi di tempat lain seperti kata Shati Al-Husri, sebagaimana juga dikutip Jaroslav menulis bahwa Bahasa Arab tidak tertutup dari kemungkinan pembentukan Al-Naht, akan tetapi dapat diterapkan dalam peristilahan modern. Sumbangan Jaroslav yang paling terkenal dalam masalah Al-Naht adalah dalam hal kemungkinan pembentukan singkatan bentuk prefiks. Ia melihat adanya kemungkinan membentuk gabungan kata berupa prefiks, seperti yang banyak ditemukan dalam Bahasa Inggris. Selanjutnya ia mengembangkan bentuk tersebut dan menganalogikan kepada beberapa bentuk prefiks lainnya. Sebagai contoh:
1.         Prefiks غب (sesudah), dapat dibentuk/digabung dengan kata lain, misalnya غب dan المدرسة menjadi غبمدرسى (postscholarly), sebagaimana gabungan kata غب dan البلوغ menjadi bunnyi غبلوغ (post puberty)
2.         Prefiks قبل (sebelum) dapat digabung dengan kata lain, tetapi dalam bentuk singkatan, seperti قبل dan التاريخ menjadi bunyi قبتاريخ (prehistory)
3.        Prefiks خارج seperti خامدرسى adalah gabungan dari خارج dan المدرسة yang mengandung arti ektrascholarly (alumni sekolah)
4.        Prefiks فوق seperti فوسوي yang mengandung arti di atas normal, merupakan gabungan dari فوق و سوي.
5.        Prefiks تحت seperti تحشعورى yang mengandung arti bawah sadar, adalah bgabungan dari تحت و شعورى.
6.        Prefiks لا seperti اللاجنسية (a sexual), اللانهائى (tiada akhir) اللاعروبة (anti Arabisme),اللابشرى  (tiada harapan) اللاوعي (diluar kesadaran) dan اللاسلكى (tanpa kabel jaringan).
Pola-pola seperti ini dapat dianalogikan kepada bentuk-bentuk ungkapan lain dalam peristilahan modern. Tuntutan membuat An-Naht di zaman modern semakin meningkat, khususnya setelah bangsa Arab mulai mentrasfer sejumlah ilmu pengetahuan ke dalam Bahasa Arab. Oleh karena itu Majma’ al-Lugah terpaksa mengeluarkan keputusan tentang kebolehan melakukan Al-Naht demi kepentingan ilmiyah.
Merenungkan ungkapan Imil Badi’ Ya’qub dan dukungan dari lembaga bahasa, mau tidak mau bahasa arab harus berhadapan dengan Al-Naht ke depan. Dan hal ini sebenarnya bukan hal baru karena sejarah Islam masa dahulu telah membuktikan adanya Al-Naht.
Adapun pola yang dapat dijadikan pedoman dalam upaya An-Naht ini adalah:
1.         Meletakkan satu kata ke dalam kata lain tanpa mengubah sedikitpun huruf dan harakatnya, seperti برمائى (Tumbuhan atau binatang yang hidup di darat dan di dalam air).
2.         Mengubah sebagian harakat tanpa mengubah huruf sepertiشقحطب  (potongan-potongan tanaman atau kayu kering)
3.         Menetapkan salah satu dari dua kata sebagaimana sebelumnya dan meringkas yang lain, sepertiمشلوز  (potongan daging/tanaman kering) berasal dari gabungan المشمس و اللوز
4.         Melakukan singkatan yang seimbang antara dua kata, sehingga tidak masuk ke dalam kata singkatan kecuali masing-masing dua huruf dari kata yang disingkat, seperti تعبشم
5.         Melakukan singkatan yang tidak seimbang antara dua kata seperti سبحل (mengucap subhanallah)
6.         Menghapus (menggugurkan) sebagian kata secara utuh tanpa meninggalkan sedikitpun bekas dalam kata yang telah disingkat, seperti لااله الاالله dan اطال الله بقاءك
7.        Pada kata الله Pada contoh pertama, dan لا dan الا pada contoh kedua telah digugurkan secara utuh dan tidak tinggal sedikitpun bekas dalam dua kata singkatan yang telah disebutkan.
Kata kunci dari semua ini seperti ucapan Mustafa Al-Syihabiy yang dikutip Imil Badi Ya’qub adalah bahwa bagaimanapun bentuk dan pola yang dipakai, cabang ilmu isytiqaq adalah sebaik-baik jalan yang ditempuh dalam pembentukan kata baru untuk makna yang baru pula. Oleh karena itu, tidak boleh beralih menggunakan pola An-Naht kecuali telah mengalami kesulitan dalam cabang ilmu Isytiqaq. Di samping itu, An-Naht harus didukung oleh rasa bahasa (Adz-Dzauq) secara khusus.

  1. Klasifikasi An-Naht
Imil Badi’ Ya’qub setelah mengemukakan pandangan ulama bahasa tentang pola dan cara pembentukan An-Naht, hendak merangkum, dan membagi Al-Naht ke dalam empat kelompok. Sedangn Ali Abdu al-Wahid Wafi, misalnya hanya membagi An-Naht ini ke dalam tiga kelompok yaitu An-Naht Al-Jumlah, An-Naht Murakkab Idhafi dan An-Naht dari dua kata yang berdiri sendiri atau dari beberapa kata yang berdiri sendiri kemudian disingkat (manhut) untuk menunjukan makna murakkab. Dalam makalah ini dikemukakan empat jenis An-Naht, agar menjadi perbandingan. Keempat klasifikasi itu adalah :
1.         Al-Naht al-Nisbiy
yaitu menisbatkan sesorang atau suatu perbuatan kepada dua isim, seperti:

Bentuk An-Naht An-Nisbiy
Bentuk Asli
عبشمى
عبد الشمس
عبدري
عبد الدار
مرقسى
امرااقيس
ملى
تيم الله
بلحارث
بنى الحارث
بلعنبر
بنى العنبر
بلههجيم
بنع الهجيم
ترخزى
طبرستان وخوارزم

   Jenis ini jumlahnya terbatas dan hampir tidak ditemukan kecuali seperti contoh-contoh di atas. Contoh kalimat yang menggunakan An-Naht ini seperti ungkapanتعبشم الرجل وتعبس  Ungkapan tersebut mengandung arti bahwa laki-laki itu mengaku keturunan Bani Abd al-Syams dan Bani Abd al-Qays atau berafiliasi kepada dua suku itu.
Memperhatikan pola singkatan atau lebih tepat akronim ini, kelihatannya ia melebur dua kata benda atau menggabung dua kata benda dengan membuang sebagian dari setiap kata benda yang digabung tersebut. Penggabungan dua kata benda ini kemudian berubah menjadi kata kerja yang membutuhkan subyek.
2.         An-Naht al-Fi’liy
yaitu menggabung jumlah (susunan kalimat) yang menunjukkan bahwa seseorang mengucapkan jumlah (susunan kalimat) itu. Contoh bentuk ini adalah sebagai berikut:

Bentuk An-Naht Al-Fi’liy
Bentuk Asli
بسمل
بسم لله
حمدل
الحمد لله
حولق
لا حول ولا قوة الا بالله
حسبل
حسبا الله
سمعل
السلام عليكم
حيعل
حىي على الصلاة حى على الفلاح
دمعز
أدام الله عزك
هيلل
لآ إله إلا الله
طلبق
اطال الله بقاءك
جعفد
جعلت فداءك

Bagian ini seperti ditulis oleh Ali Abdu al-Wahid Wafi, tidak ditemukan kecuali beberapa kata yang jumlahnya terbatas pula dan kebanyakan muncul dalam sejarah umat Islam. Contoh sebagaimana terdapat dalam Al-Qur’an antara lain kata: بعثر bentuk ini merupakan gabungan dari kata بعث dan عثر terdapat dalam surat Al-‘Adiyat ayat 9 :
 “Maka Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur”

Arti kata بعثر dalam ayat ini adalah بعث و اثير و اخرج (dibangkitkan, dibongkar/hambur dan dikeluarkan) Sedangkan Ibnu Katsir hanya menafsirkan kata بعثر dengan اخرج (dikeluarkan)
3.         An-Naht al-Ismiy
yaitu menggabung dua kata menjadi sebuah ungkapan dalam bentuk kata benda (isim), seperti:

Bentuk An-Naht Al-Ismiy
Bentuk Asli
عقبابيل
عقبي و علة
حبقر
حب و وقر
جلمود
جلد و جمد

4.         An-Naht al-Washfiy
yaitu dengan menyingkat dua kata menjadi satu ungkapan yang menunjukan makna kata yang disingkat atau mempunyai makna lebih tegas dari kata yang disingkat, seperti ungkapan ضطبر (orang yang kuat) adalah gabungan dari kata ضبط و ضبر . An-Naht semacam ini jarang sekali dalam bahasa Hindia, Eropa. Begitu pula dalam bahasa Arab tidak jauh berbeda dengan bahasa-bahasa lainnya yang masih serumpun dari bahasa Samiyah. Mufradar-mufradat bahasa Arab yang terdiri dari dua asal yang berdiri sendiri atau dari beberapa asa yang berdiri sendiri tidak sampai sepuluh kata dan itu didapatkan karena jalan perkiraan. Diantara contohnya adalah seperti yang disampaikan oleh Imam Khalil, dia berpendapat bahwa kata " لن " terdiri dari " لا " dan " أن ".
Ibnu Faris sebagai orang yang pertama memperluas bahasan An-Naht, patut menjadi catatan karena ia terlalu larut dalam pikirannya sehingga beranggapan bahwa semua kata yang lebih dari tiga huruf pada dasarnya adalah singkatan dari dua kata yang mempunyai akar kata tiga huruf. Ibnu Faris dengan tegas menulis, “Ketahuilah bahwa dalam masalah rubaiy dan khumasiy terdapat sebuah pandangan dalam kaitannya dengan qiyas. Jika diperhatikan secara cermat, dapat diketahui bahwa An-Naht merupakan pengambilan dua kata, lalu menyingkat keduanya menjadi satu kata.
Patut diamati pula dan sangat menarik direnungkan yaitu kritik Imil Badi’ Ya’qub. Ia menulis, sesudah mengemukakan empat pembagian Al-Naht seperti ditulis sebelumnya bahwa dari contoh-contoh kategori dua pertama termasuk jenis An-Naht, sedangkan kategori dua terakhir terdapat banyak takalluf (dipaksakan), dan sangat disayangkan, karena ternyata ia hanya merupakan temuan Ibnu Faris yang jauh dari fakta dan kenyataan. Bahkan Ali Abd al-Wahid Wafi secara tegas menyatakan:

“Bahasa Arab tidak dapat disingkat, dan kosakata Bahasa Arab dalam perkembangannya saat ini, sangat konsisten dengan kemandirian dan kebebasan serta enggan larut dalam bahasa lain’.
Peneliti lain menyebutkan:
“Bahasa Arab bukanlah bahasa yang dengan luwes menerima An-Naht seperti yang terjadi pada bahasa lain, sebagaimana tertulis dalam buku-buku mereka. An-Naht dalam Bahasa Arab hanya puluhan jumlahnya sedangkan dalam bahasa lain jumlahnya ratusan bahkan ribuan”.

3 komentar:

 
Twitter Bird Gadget