BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Al-Mutaradif
Kata Al-Mutaradif berasal dari
masdar الردف
dalam bentuk fi’il ردف – يردف
yang berarti 1). Mengikuti sesuatu, 2). Tiap-tiap benda mengikuti benda lain. متردفين
dalam (QS. Al-Anfal:9) diartikan dengan datang bertutut-turut, apa bila saling
mengikuti dikatakan .الترادفperkataan
Al-Mutaradif dalam isim fa’il (lil musyarakah). Beberapa kata yang senada
dengan perkataan taraduf antara lain:
تواصل-تتابع-توالى-تواتر-تراكم-استدر-ألح-اتسق-انتظم-تكاتف-تكاوس
Al- Mutaradif (synonyme)اللفظ
المتعدد لمعنى واحد “ dua kata
atau lebih, mempunyai satu arti” dalam kajian bahasa adalah lafazh yang berbeda
tetapi mempunyai makna yang sama.
Seperti أسد، السبع، الليث، أسامة،yang berarti
singa, atau sepertiالحسام، السيف، المهند، اليمانى،yang berarti
pedangatauوالحميت، التحموت، العسل
الشهد، ريق النحل، قيء الزنابيل
yang berarti madu.
Pengertian Al-Mutaradif menurut para ahli :
1.
Menurut al-Jurjânî, mutarâdif adalah; beberapa
kata yang sama mempunyai kesatuan pengertian dengan ciri-ciri tertentu.
2.
Menurut Muhammad at-Tunjî dan Râjî al-Asmar,
mutarâdif adalah perbedaan kata dengan satu pengertian, seperti kata الأسد
والليث وضرغام و أسامة dan المسكن
والمنـزل والدار والبيتkedua kata tersebut masing-masing mempunyai
satu pengertian.
3.
As-Suyûthî mendefinisikan mutarâdif adalah
beberapa kata dengan satu arti, namun beliau lebih berhati-hati terhadap
beberapa kata yang mempunyai batasan tertentu, seperti kata الإنسان
والبشر dan السيف
والصارمkedua kata ini
mempunyai batasan dari segi zat dan sifatnya.
Berdasarkan banyaknya pengertian
diatas bisa disimpulkan bahwa mutaradif adalah beberapa kata yang memiliki arti
yang sama.
Didasarkan penelitian para ahli,
bahwa Bahasa Arab merupakan bahasa yang paling banyak mengandung lafazh
mutaradifat. Untuk makna pedang saja terdapat seribu lebih lafazh, untuk makna
singa ada lima ratus lafazh, untuk makna madu ada delapan puluh kata lebih, dan
untuk makna hujan, unta, air, sungai, cahaya, gelap juga untuk makna yang
menunjukan sifat seperti panjang, pendek, gagah, kikir dan lain-lain yang
dikenal oleh bangsa arab jahiliah masing-masing terdiri dari sepuluh lafazh.
Bahkan seorang orientalis mencoba mengumpulkan kosa-kata yang berkaitan dengan
unta dan berhasil mengumpulkan lima ribu enam ratus empat puluh empat.
Jumhur ulama
menyatakan bahwa mendudukkan dua muradhif pada tempat yang lain diperbolehkan
selama hal itu tidak dicegah oleh syara’. Kaidah para Jumhur ulama
sebagai berikut:
ايقاع
كل من المرادفين مكان الاخر يجوز اذا لم يقم عليه طالع شرع
Artinya: Mendudukkan dua muradhif itu pada tempat yang sama itu
diperbolehkan jika tidak ditetapkan oleh syara’.
A.
Pendapat ulama
tentang taraduf
Sebagian
ulama ada yang mengingkari adanya mutaradif dalam bahasa arab, dan mereka
berpendapat bahwa lafazh-lafazh yang diduga maknanya sama sebenarnya hanyalah makna yang saling menjelaskan.[1]
Diantara
ulama-ulama yang mengingkari adanya taraduf adalah sebagai berikut :
1.
Imam
Fakhruddin
Imam Fakhruddin memberikan definisi tentang taraduf dengan
lafaz-lafaz yang mufrad menunjukkan sesuatu
dengan makna yang satu. Seperti kata السيف dan الصارم ,
kata ini menunjukkan arti yang sama tetapi memiki perbedaan dari
segi zat dan sifatnya. Dipihak lain ada fungsi muradif, yaitu
sebagai taukid dan tabi’. Dua kata yang muradif memberikan pengertian yang lain
seperti kata الانسان dengan البشر , dan sebagai taukid (penguat) berfungsi
untuk menguatkan kata yang pertama. Dan juga, taraduf sebagai tabi’,
yaitu tidak memfaedahkan sesuatu seperti kata عطشان dan نطشان .
Menurut Imam Fakhruddin sebagian orang mengingkari adanya taraduf,
mereka mengatakan bahwa suatu kata yang dianggap taraduf sebenarnya berjauhan
maknanya dari segi nama zat, nama sipat, atau sipat dari sipat.
2.
Imam
Taj al-Subki
Imam Taj al-Subki dalam kitab
syarhulminhaj berkata sebagian ulama bahasa mengingkari adanya taraduf dalam
bahasa Arab. Sesuatu yang dianggap taraduf, sebenarnya berjauhan dari segi
sipat, seperti kata الانسان dengan البشر, kata الانسان dipandang
dari sipat pelupa atau sipat lemah lembut sedangkan البشر dipandang dari segi kulitnya.[2]
Menurut Taj, yang berpendapat seperti ini adalah Abu
Husen Ahmad bin Farits dalam kitabnya Fiqhullugah al ‘arabiyah wa Sunan arab wa
kalamuha yang dia nuqil dari gurunya yaitu Abi Abas tsa’labi. Dan juga ibnu
shilah dalam kitabnya yang bernama nakat. Dalam kitab Dirasah fi Fiqhu
lugah mengatakan Dr Subhi Shaleh mengatakan bahwa sebagian ulama terdahulu
mengingkari adanya taraduf dalam bahasa arab.
3.
Ibnu Faris
Diantara
ulama yang menolak adanya taraduf adalah Ibnu Faris. Diriwayatkan bahwa
al-Farisi berkata: “saya berada ditempat pemimpin negara (Saif al-Daulah) dan
ditempat itu hadir ahli-ahli bahasa diantaranya Ibnu Khulawih[3].
Ibnu Khulawih berkata saya mengetahui untuk makna pedang lima puluh kata, lalu
al-Farisi tersenyum dan berkata: “saya tidak mengetahui utuk makna pedang kecuali satu kata saja yaitu kata السيف” , Ibnu Khulawih berkata “bagaimana dengan kata Muhannid,
Al-Sharim dan lain-lain”, Abu Ali berkata “itu semuanya merupakan sifat
dari pedang”.[4]
Ibnu
Faris berpendapat bahwa sesuatu yang dberi nama dengan nama yang bermacam-macam
seperti al-Saef, al-muhannid, al-husam, sebenarnya namanya hanya satu
yaitu al-saef, sementara yang lainnya dari sebutan-sebutan yang ada
hanyalah merupakan sifat-sifat dari al-saef tersebut.[5]
Ibnu faris juga berpendapat bahwa setiap perkataan
mempunyai maknanya tersendiri yang tidak ada pada perkataan lain. Sebagai contohlain :جلس – قعد
Jelaslah di sini bahawa قعد ialah kata kerja atau perbuatan duduk selepas berdiri.Sedangkan
جلسadalah kata kerja atau perbuatan duduk selepas baring.
4.
Al-Tsa’alibi
Diantara ulama ada
yang berupaya untuk menjelaskan perbedaan lafazh yang digunakan dengan lafazh
yang dianggap sebagai lafazh mutaradif seperti yang dilakukan Al-Tsa’alibi
dalam kitabnya “fiqih al-Lughah wa Sirrul al-Arabiyah dalam sebuah bab
yaitu : “أشياء تختلف
أسمائها وأوصافها بإختلاف احوالها”. Dia memberikan contoh, dikatakan كاسapabila didalamnya ada air,
kalau tidak ada air namanyaزجاجة, disebut مائدةapabila ada makanan diatasnya,
apabila tidak ada makanan diatasnya maka disebutخوان begitu juga dikatakan قلمapabila berisi tinta, apabila
kosong maka disebutأنبوبة.[6]
5. Al-Khattabi
Sebagai contoh, kalimatعلم dan عرف .Masing-masing bermaksud “mengetahui”.Namun dari segi penggunaan,
maksud tersebut ada perbedaannya.عرف hanya memadai dengan satu مفعول , manakala علم memerlukan kepada dua مفعول.
Perhatikan contoh di bawah.
عرفت زيدا
“Aku kenal Zaid”
علمت زيدا عاقلا
“Aku tahu Zaid seorang yang berakal”
زيدا ialah مفعول pertama. عاقلا ialah مفعولkedua.
6. Ibnu Taimiyyah
Beliau
mengambil contoh dari firman Allah s.w.t.:
tPöqtâqßJs?âä!$yJ¡¡9$##YöqtBÇÒÈ
“Pada hari bergeraknya langit itu dengan gerakannya..” At-Thur:9
Kebanyakkan kamus memberikan makna مور sama dengan حركة .Kedua-duanya mempunyai arti
“bergerak”.Namun pada hakikatnya, مور ialah gerakan yang ringan serta cepat.Sedangkan حركةadalah
semata-mata gerakan.
Renand dalam bukunya dirasatihi li lugah samiyah menulis, bahwa De
Hammer mengumpulkan lebih kurang 5644kosa kata untuk kata aljaml. Dia
tidak memfokuskan pembahsan tentang nama-nama aljml dan
muradifnya, tetapi mengumpulkan setiap apa yang berhubungan dengan segala
yang berkaitandengan aljml itu. Dia mendapatkan bahwa dalam kehidupan
orang arab banyak kosa kata yang sesuai dengan kata aljaml dalam kondisi yang
berbeda[7]
Menurut Dr Subhi Shaleh dalam kitabnya Dirasah fi fiqh lugah, kami
tidak ingin terhadap hal ini untuk mengingkari bersama Al-faris terhadap adanya
taraduf tetapi kami ingin mengambil jalan tengah terdadap pendapat kami, yaitu
kami memegangi pendapat aliran yang mengatakan adanya taraduf.
Ulama
ushul memperingatkan terhadap masalah ini, ketika mereka menafsirkan tentang
adanya taraduf disebabkan adanya dua pencetus bahasa yang berbeda dari dua
kabilah yang mana kabilah pertama menggunakan satu nama sedangkan kabilah
yang lain memakai nama yang berbeda untuk satu benda tanpa ada komunikasi yang
berjalan antara satu dengan yang lainnya, lalu terkenal dua pencetus bahasa itu
atau salah satu pencetus bahasa menggunakan bahasa kabilah yang lain. Ini terjadi terhadapsegala bahasa
secara umum.
Al-Mutaradif
(synonyme) merupakan fenomena kebahasaan yang alami yang terjadi pada
setiap bahasa karena adanya lahjah (dialek) yang saling menjelaskan dalam
mufradat maupun maknanya. Tidak mungkin setiap kabilah arab menyebut
sesuatudengan satu sebutan/nama. Kita juga melihat bahwa taraduf terjadi dalam
bahasa arab fusha padahal bahasa Arab fusha merupakan bahasa yang digunakan
oleh kabilah-kabilah arab jahiliah, bahkan dalam al-Qur’an jga ditemukan
taraduf ini karena al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Fusha tersebut.
C.
Sebab-sebab adanya Mutaradif
Banyaknya kata taraduf dalam bahasa arab kembali kepada beberapa
sebab sebagai berikut :
a.
Banyaknya
perpindahan lafadz taraduf dari lahjah arab ke lahjah Quraisy karena lamanya
proses percampuran antara keduanya. Dari mufradat-mufadat ini banyak mufradat
yang tidak dibutuhkan oleh bangsa Quraisy karena ada bandingannya, dan kondisi
seperti ini mengarah pada perkembangan taraduf dalam nama, sifat atau bentuk.
b.
Penulis mu’jam
mengambil mufradat dari lahjat yang bermacam-macam, sehingga mu’jam tersebut
mencakup mufradat-mufradat yang tidak digunakan dalam bahasa Quraisy.
c.
Para penulis
mu’jam tidak membedakan antara makna hakiki dan makna majazi, sehingga banyak
mufradat yang semestinya makna hakiki tetapi digunakan untuk makna yang majazi.
d.
Banyaknya
perpindahan dari sifat-sifat satu nama pada makna nama yang disifatinya.
e.
Kebanyakan dari
lafadz taraduf hakikatnya bukanlah taraduf, tetapi lafadz itu lebih menunjukan
kepada keadaan khusus. Contoh lafadz رنا، شفن، حدج، لحظ، رمق lafadz-lafadz ini menunjukan makna melihat
tetapi melihat dengan cara yang berbeda-beda. رمق menunjukan makna melihat dengan semua mata (melotot), لحظ menunjukan makna melirik, حدج menujukan makna menoleh, رفن meunjukan makna menatap dengan tatapan yang lama.
f.
Banyaknya
perpindahan dari afadz-lafadz samiyah dan muwalladah, juga lafadz
yang diragukan kearabannya ke dalam bahasa arab.
g.
Banyaknya
Tashif (kekeliruan penulisan) dalam buku-buku bahasaarab terdahulu, khususnya
ketika tulisan arab luput dari syakal, titik dan harakat.
Penyebab
lainnya adalah sebagai berikut:
- Banyaknya Kabilah Arab yang menciptakan kata-kata yang berbeda dengan maksud yang sama. Benarlah perkataan al-Ashfahani berikut: “suatu hal yang wajar mengingkari sinonim dalam satu bahasa, namun jika dia terdiri dari 2 bahasa atau lebih maka akal pun tidak bisa mengingkarinya.” Teori tersebut sejalan dengan kenyataan bahwa Bangsa Arab mempunyai banyak kabilah sehingga tidak heran jika bahasa mereka menjadi lebih kaya.
- Kamus-kamus Bahasa Arab
·
Dikumpulkannya
seluruh kosakata dari berbagai Kabilah Arab menjadi sebuah kamus;
·
Tak hanya itu
kosakata yang masyhur pada zaman jahiliyah yang sudah diganti dengan kata lain
setelah Islam datang. Kosakata tersebut tidak mungkin ditinggalkan begitu saja
karena banyaknya pemakaian pada zaman dahulu, kemudian dikumpulkan dalam kamus.
Penggantian itu tidak ditemui selain dalam Bahasa Arab;
·
Ada banyak kata
yang merupakan serapan dari bahasa lain seperti dari Yunani, Persia, Ibrani,
dan lainnya yang juga dimasukkan ke dalam kamus. Hal ini semakin memperkaya
Bahasa Arab.
c.
Sudah menjadi
kebiasaan Orang Arab menyebut suatu benda dengan sifatnya, seperti الأسد (singa) dengan العباس (muka masam) karena sering menunjukkan
taringnya. Begitu juga السيف (pedang) dengan الفصل (pemisah) karena memisahkan bagian-bagian
tubuh.
d.
4.
Evolusi fonetik dan semantik
·
Perubahan suara
·
Yaitu bisa
dengan mengganti 1 huruf pembentuknya (Ibdal) atau merubah susunan hurufnya
(Qolab). Contohnya:هلبت السماء
القوم = ألبت السماء
·
Dengan
mengganti huruf ه menjadi أ maka akan menjadi sinonimi. هلب maknanya “menghujani” sedangkan ألب maknanya “masih hujan”.
o
جذب = جبذ= menarik
o
صاعقة = صاقعة= petir
·
Hanya dengan
merubah susunan hurufnya jadilah sinonimi.
e.
Perubahan makna
Yaitu bisa dengan mengumumkan yang khusus atau mengkhususkan yang
umum atau pengkiasan atau karena kedekatan makna. Contoh:
·
الدفن semula maknanya mengubur mayat, namun
sekarang digunakan juga untuk istilah menyimpan rahasia (khusus ke umum);
·
الوغى semula maknanya hiruk pikuk dalam peperangan,
sekarang dimaknai dengan perang itu sendiri (khusus ke umum);
·
البعير semula adalah unta jantan atau betina yang
telah tumbuh taringnya, namun sekarang hanya untuk unta jantan saja (umum ke
khusus);
·
الهلاك semula berarti segala sesuatu yang bermakna
pergi, namun berubah maknanya menjadi kematian (umum ke khusus);
·
الرحمة maknanya kasih sayang berasal dari kata الرحم (rahim), karena di sana tempat terjalinnya
kasih sayang antara ibu dan anak (pengkiasan);
·
الحلس makna sebenarnya adalah pelana, namun sering
kali diartikan punggung tunggangan (kedekatan makna).
f.
Orang Arab
biasa menggunakan 1 kata untuk berbagai kondisi/makna
g.
Orang Arab suka
mencuri perhatian dengan irama terutama pada syi’ir. Mereka akan mencari kata
yang paling mendekati untuk keindahan qofiyah (huruf akhir),
sehingga lama kelamaan kata-kata tersebut akan semakin dekat dan sulit untuk
dibedakan.
h.
Hilangnya
perbedaan karena seringnya pemakaian. Seperti الريب dan الشك sama-sama bermakna “ragu”. Padahal makna
asalnya الريب adalah kacau, sedangkan الشك adalah antara menolak dan percaya, namun
karena seringnya pemakaian menjadi sulit membedakan keduanya.
3.1 Arab Muwalladah
Muwallad merupakan sisi
lain dari muarrab. Pola muwalladini baru muncul pada
Dinasti Abasiyah. Hal ini terjadi saat terjadinya penerjemahan
besar-besaran terhadap buku-buku asing.Para penerjemah telah berupaya membuat
padanan huruf yang tidak ditemukan dalam bahasa Arab yang mendekati fonem Arab.
Di antara huruf yang
tidak terdapat dalam bahasa Arab adalah huruf C yang ditulis dengan huruf ق, contoh: موسيقي (music),
dan huruf V yang ditulis dengan huruf ب atau و, seperti الأوستا (vista).
Akan tetapi, bagaimanapun juga hal ini tidak bisa dijadikan patokan, sebab Fiqh
Lughah tidak berfokus pada kaidah-kaidah.
Sebagai bukti, kita
dapat menemukan serapan secara adopsi langsung dari bahasa asing yang menyalahi
kaidah tashrif sepertiالتلفزيون (televisi).
Dari penjelasan ini
dapat dipahami pembeda antara muarrabdengan muwallad. Jika
para pendahulu mengadakan muarrab --menyerap bahasa asing tetapi
disesuaikan dengan kaidah bahasa Arab-- untuk kemurnian bahasa, maka para
linguis moderen melakukan muwallad (memberikan kebebasan
dalam penyerapan bahasa asing) tanpa terpaku kepada kaidah bahasa Arab
(serapan-adopsi) untuk kepentingan keilmuan.
Di antara kitab yang
mengkaji tentang fenomena serapan ini adalah Kitab Ma Warada fil Quran min
Lughatil Qabail karya Ibn Salam Aljumha, Kitab Qasdu Sabil fima fil Arabiyah
minad Dakhil karya Dimasyqi, dan Almuarrab min Alfazil Quranil Karim karya
Syekh Hamzah Fathullah.
D.Analisis Tarodhuf dalam
Ayat Alqur’an.
ãNåkøExs{r'sùèpxÿô_§9$#(#qßst7ô¹r'sùÎûöNÏdÍ#yúüÏJÏW»y_ÇÒÊÈ
Artinya :Kemudian
mereka ditimpa gempa, Maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di
dalam rumah-rumah mereka. (QS. Al A’raf:91)
ÖqãmÔNºuqÝÁø)¨BÎûÏQ$uÏø:$#ÇÐËÈ
Artinya: (Bidadari-bidadari)
yang jelita, putih bersih, dipingit dalam rumah. (QS. Ar Rahman: 72)
tbqçGÅs÷Zs?urÆÏBÉA$t6Éfø9$#$Y?qãç/tûüÏdÌ»sùÇÊÍÒÈ
Artinya: Dan
kamu pahat sebagian dari gunung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin.
(QS. AsSyu’araa:149)
Tiga kata dalam
tiga ayat dalam surat yang berbeda di atas, yaitu دار، خيام، بيت memiliki irisan
makna taroduf atau makna sama, yaitu rumah.
Apakah mutaradhif ini sama dengan Al taradhuf??
BalasHapussama
BalasHapus