AN-NAHT (Akronim)
- Pengertian An-Naht
1.
Secara Bahasa
Istilah An-Naht dari segi bahasa berasal
dari kata نحت-
ينحت yang
mengandung makna memahat, menata dan mematung. seperti firman Allah dalam al-Qur’an :
وتنحتون من
الجبال بيوبا أمنين
“Dan kamu pahat
sebagian dari gnung-gunung untuk dijadikan rumah-rumah dengan rajin”
Lisan
Arab menulis An-Naht adalah النشر (menggergaji), البري (meraut) dan القطع (memotong).
Keseluruhan makna di atas terhimpun dalam arti “memahat” yang merupakan makna
hakikat An-Naht. Hal ini dapat dipahami karena secara umum pekerjaan
menggergaji, menata, mematung, menggergaji, meraut dan memotong adalah pekerjaan
yang saling berhubungan bagi pemahat atau seni ukir.
2.
Secara Istilah
Sedangkan
menurut istilah diartikan sebagai formulasi dua kata atau lebih menjadi satu
ungkapan baru yang menunjukkan makna aslinya. Kata yang digabung tersebut dapat
terdiri dari kata benda seperti basmalah, kata kerja seperti hamdalah atau
huruf seperti innama berasal dari inna dan ma, dengan tetap mengikuti kaedah
kebahasaan dan bentuk-bentuk tashrif bahasa. Hubungan makna leksikal dengan
makna istilah ialah karena An-Naht kegiatan manata ulang kata-kata atau
kalimat. Hal ini mirip dengan kegiatan memahat atau mematung yang bekerja
memotong-motong dan membuang sebagian unsur suatu kata kemudian membuat
formulasi yang berbeda dengan forma awal.
Definisi
di atas memberikan pengetian bahwa An-Naht merupakan langkah kreatif meringkas
dan mempermudah pengucapan serangkaian kata. Bentuk An-Naht secara sepintas
mempunyai kemiripan penyingkatan dalam bahasa Indonesia (Akronim). Letak
persamaannya terletak pada upaya penyederhanaan dan meringkas kata untuk
mempermudah pengucapannya. Sedangkan perbedaannya terletak pada corak dan
semangat setiap bahasa.
Melalui
telaah karya-karya linguist ditemukan bahwa pembahasan tentang An-Naht hampir
tidak mendapatkan perhatian serius di kalangan linguist. Kalaupun ada upaya ke
arah penelitian dan penemuan teori-teori An-Naht, upaya-upaya tersebut tidak
mendapat sambutan baik dari kelompok linguist tradisional. Bahkan mendapat sorotan
tajam yang menganggap An-Naht terlalu mengada-ada. Sikap seperti itu pada
hakikatnya didasari oleh tekad untuk menjaga kemurnian bahasa Arab, terutama
karena bahasa al-Quran. Meskipun harus dipahami pula, An-Naht telah menjadi
kebutuhan zaman yang kadang-kadang dalam memberikan informasi lisan atau
tulisan membutuhkan ungkapan ringkas. Pertemuan di antara dua pendapat
berlawanan ini, yakni kelompok yang menganggap An-Naht hanya perbuatan
mengada-ada dan kelompok yang menganggap harus ada dan perlu dikembangkan,
haruslah dipelihara sehingga senantiasa membutuhkan hadirnya kreatifitas di
satu sisi sedang di sisi lain kemurnian juga tetap terjaga.
Dalam
al-Quran kata An-Naht dalam bentuk kata kerja disebutkan 4 kali, yaitu di dalam
surat Al-A’raf: 74, Asy-Syu’ara’: 149, Ash-Shafat: 95 dan Al-Hijr: 82.
Penelusuran penggunaan kata ini dalam al-Quran seluruhnya bermakna memahat
gunung untuk tempat tinggal atau membuat membuat patung sebagai seni dan
kebanggaan kaum Tsamud atau menjadi sembahan kaum Nabi Ibrahim as. Para ahli
mengambil istilah An-Naht yang asal pengertiannya memahat, mematung dan menata
benda bersifat material tersebut menjadi nama bagi penggabungan dua kata atau
lebih menjadi satu ungkapan. Dalam Bahasa Indonesia, istilah ini dikenal dengan
istilah akronim, atau singkatan yang menjadi pola meringkas atau menyingkat dua
kata atau lebih menjadi satu ungkapan. Sebagaimana sering terdengar ungkapan
sinetron yang berasal dari gabungan kata sinema dan elektronik.
Dari
definisi diatas dapat kita pahami bahwa secara setructual, An-Naht
bahasa Arab dihasilkan melalui penggabungan dua unsur atau lebih menjadi satu
kata baik dengan cara menghilangkan satu unsur konsonan atau menggabungkan
semua unsur menjadi satu (ditulis/diucapkan serangkai). An-Naht juga bisa
dibentuk dari kata termasuk frase dan kalimat.
- Perkembangan An-Naht dalam Bahasa Modern
An-Naht mengalami pengaruh dan perkembangan
kebahasaan sebagaimana telah menjadi kecenderungan umum semua bidang ilmu
pengetahuan. Teori
perkembangan bahasa menganggap bahwa perkembangan bahasa sangat terpengaruh
oleh lingkungan di mana bahasa berkembang. Interaksi suatu bahasa dengan bahasa
lain dapat melahirkan wujud baru yang tidak ditemukan sebelumnya. Demikian pula
yang terjadi dalam An-naht
ini.
Bahasa apapun di dunia ini
tidak lepas dari pengaruh bahasa lain. Apa yang dikemukakan oleh linguist Arab Mazhar
dalam buku Tajdid Al-‘Arabiyyah seperti dikutip oleh Jaroslav,
bahwa Bahasa arab sebagai bahasa derivative sudah komitmen dengan pola
yang telah ada. Oleh karena itu, Al-Naht dalam perkembangannya sudah
tidak mengalami perkembangan.
Tetapi di
tempat lain seperti kata Shati Al-Husri, sebagaimana juga dikutip Jaroslav menulis bahwa
Bahasa Arab tidak tertutup dari kemungkinan pembentukan Al-Naht, akan tetapi
dapat diterapkan dalam peristilahan modern. Sumbangan Jaroslav yang paling terkenal dalam masalah Al-Naht
adalah dalam hal kemungkinan pembentukan singkatan bentuk prefiks. Ia melihat
adanya kemungkinan membentuk gabungan kata berupa prefiks, seperti yang banyak
ditemukan dalam Bahasa Inggris. Selanjutnya ia mengembangkan bentuk tersebut
dan menganalogikan kepada beberapa bentuk prefiks lainnya. Sebagai contoh:
1.
Prefiks غب
(sesudah), dapat dibentuk/digabung dengan kata lain, misalnya غب
dan المدرسة menjadi غبمدرسى
(postscholarly), sebagaimana gabungan kata غب
dan البلوغ menjadi bunnyi غبلوغ
(post puberty)
2.
Prefiks
قبل
(sebelum) dapat digabung dengan kata lain, tetapi dalam bentuk singkatan,
seperti قبل
dan التاريخ
menjadi bunyi قبتاريخ (prehistory)
3.
Prefiks
خارج
seperti خامدرسى adalah gabungan dari خارج dan المدرسة yang mengandung arti ektrascholarly
(alumni sekolah)
4.
Prefiks
فوق
seperti فوسوي yang mengandung arti di atas normal, merupakan gabungan dari فوق و سوي.
5.
Prefiks
تحت
seperti تحشعورى yang mengandung arti bawah sadar, adalah bgabungan dari تحت و شعورى.
6.
Prefiks
لا
seperti اللاجنسية (a sexual), اللانهائى (tiada akhir) اللاعروبة (anti Arabisme),اللابشرى (tiada harapan) اللاوعي (diluar kesadaran) dan اللاسلكى (tanpa kabel jaringan).
Pola-pola seperti ini dapat
dianalogikan kepada bentuk-bentuk ungkapan lain dalam peristilahan modern.
Tuntutan membuat An-Naht di zaman modern semakin meningkat, khususnya
setelah bangsa Arab mulai mentrasfer sejumlah ilmu pengetahuan ke dalam Bahasa Arab.
Oleh karena itu Majma’ al-Lugah terpaksa mengeluarkan keputusan tentang
kebolehan melakukan Al-Naht demi kepentingan ilmiyah.
Merenungkan ungkapan Imil Badi’
Ya’qub dan dukungan dari lembaga bahasa, mau tidak mau bahasa arab harus
berhadapan dengan Al-Naht ke depan. Dan hal ini sebenarnya bukan hal
baru karena sejarah Islam masa dahulu telah membuktikan adanya Al-Naht.
Adapun
pola yang dapat dijadikan pedoman dalam upaya An-Naht ini adalah:
1.
Meletakkan
satu kata ke dalam kata lain tanpa mengubah sedikitpun huruf dan harakatnya,
seperti برمائى (Tumbuhan atau binatang yang hidup di darat dan di dalam air).
2.
Mengubah
sebagian harakat tanpa mengubah huruf sepertiشقحطب (potongan-potongan tanaman atau kayu kering)
3.
Menetapkan
salah satu dari dua kata sebagaimana sebelumnya dan meringkas yang lain,
sepertiمشلوز (potongan daging/tanaman
kering) berasal dari gabungan المشمس و اللوز
4.
Melakukan
singkatan yang seimbang antara dua kata, sehingga tidak masuk ke dalam kata
singkatan kecuali masing-masing dua huruf dari kata yang disingkat, seperti تعبشم
5.
Melakukan
singkatan yang tidak seimbang antara dua kata seperti سبحل (mengucap subhanallah)
6.
Menghapus
(menggugurkan) sebagian kata secara utuh tanpa meninggalkan sedikitpun bekas
dalam kata yang telah disingkat, seperti لااله الاالله dan اطال الله
بقاءك
7.
Pada
kata الله
Pada contoh pertama, dan لا dan الا pada contoh kedua telah digugurkan secara utuh dan tidak
tinggal sedikitpun bekas dalam dua kata singkatan yang telah disebutkan.
Kata kunci dari semua ini seperti
ucapan Mustafa Al-Syihabiy yang dikutip Imil Badi Ya’qub adalah
bahwa bagaimanapun bentuk dan pola yang dipakai, cabang ilmu isytiqaq adalah
sebaik-baik jalan yang ditempuh dalam pembentukan kata baru untuk makna yang
baru pula. Oleh karena itu, tidak boleh beralih menggunakan pola An-Naht
kecuali telah mengalami kesulitan dalam cabang ilmu Isytiqaq. Di samping itu,
An-Naht harus didukung oleh rasa bahasa (Adz-Dzauq) secara khusus.
- Klasifikasi An-Naht
Imil
Badi’ Ya’qub setelah mengemukakan pandangan ulama
bahasa tentang pola dan cara pembentukan An-Naht,
hendak merangkum, dan membagi Al-Naht ke dalam empat kelompok. Sedangn Ali Abdu
al-Wahid Wafi, misalnya hanya membagi An-Naht ini ke dalam tiga kelompok
yaitu An-Naht Al-Jumlah, An-Naht Murakkab Idhafi
dan An-Naht dari dua kata yang berdiri sendiri atau dari beberapa kata
yang berdiri sendiri kemudian disingkat (manhut) untuk menunjukan makna
murakkab. Dalam makalah ini dikemukakan empat jenis An-Naht,
agar menjadi perbandingan. Keempat klasifikasi itu adalah :
1.
Al-Naht al-Nisbiy
yaitu
menisbatkan
sesorang atau suatu perbuatan kepada dua isim, seperti:
Bentuk An-Naht An-Nisbiy
|
Bentuk Asli
|
عبشمى
|
عبد الشمس
|
عبدري
|
عبد الدار
|
مرقسى
|
امرااقيس
|
ملى
|
تيم الله
|
بلحارث
|
بنى الحارث
|
بلعنبر
|
بنى العنبر
|
بلههجيم
|
بنع الهجيم
|
ترخزى
|
طبرستان وخوارزم
|
Jenis ini jumlahnya terbatas dan hampir tidak
ditemukan kecuali seperti contoh-contoh di atas. Contoh kalimat yang
menggunakan An-Naht ini seperti ungkapanتعبشم
الرجل وتعبس Ungkapan tersebut mengandung arti bahwa laki-laki
itu mengaku keturunan Bani Abd al-Syams dan Bani Abd al-Qays atau
berafiliasi kepada dua suku itu.
Memperhatikan
pola singkatan atau lebih tepat akronim ini, kelihatannya ia melebur dua kata
benda atau menggabung dua kata benda dengan membuang sebagian dari setiap kata
benda yang digabung tersebut. Penggabungan dua kata benda ini kemudian berubah
menjadi kata kerja yang membutuhkan subyek.
2.
An-Naht
al-Fi’liy
yaitu menggabung jumlah (susunan kalimat)
yang menunjukkan bahwa seseorang mengucapkan jumlah (susunan kalimat) itu.
Contoh bentuk ini adalah sebagai berikut:
Bentuk An-Naht Al-Fi’liy
|
Bentuk Asli
|
بسمل
|
بسم لله
|
حمدل
|
الحمد لله
|
حولق
|
لا حول ولا قوة الا بالله
|
حسبل
|
حسبا الله
|
سمعل
|
السلام عليكم
|
حيعل
|
حىي على الصلاة حى على الفلاح
|
دمعز
|
أدام الله عزك
|
هيلل
|
لآ إله إلا الله
|
طلبق
|
اطال الله بقاءك
|
جعفد
|
جعلت فداءك
|
Bagian ini seperti ditulis oleh Ali Abdu
al-Wahid Wafi, tidak ditemukan kecuali beberapa kata yang jumlahnya terbatas
pula dan kebanyakan muncul dalam sejarah umat Islam. Contoh sebagaimana
terdapat dalam Al-Qur’an antara lain kata: بعثر bentuk ini merupakan
gabungan dari kata بعث dan عثر terdapat dalam surat Al-‘Adiyat ayat 9 :
“Maka
Apakah Dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam
kubur”
Arti
kata بعثر dalam ayat ini adalah بعث
و اثير و اخرج (dibangkitkan,
dibongkar/hambur dan dikeluarkan) Sedangkan Ibnu Katsir hanya menafsirkan kata بعثر dengan اخرج (dikeluarkan)
3.
An-Naht
al-Ismiy
yaitu menggabung dua kata menjadi sebuah
ungkapan dalam bentuk kata benda (isim), seperti:
Bentuk An-Naht Al-Ismiy
|
Bentuk Asli
|
عقبابيل
|
عقبي و علة
|
حبقر
|
حب و وقر
|
جلمود
|
جلد و جمد
|
4.
An-Naht al-Washfiy
yaitu
dengan menyingkat dua kata menjadi satu ungkapan yang menunjukan makna kata
yang disingkat atau mempunyai makna lebih tegas dari kata yang disingkat,
seperti ungkapan ضطبر (orang yang kuat) adalah gabungan dari kata ضبط
و ضبر .
An-Naht semacam ini jarang
sekali dalam bahasa Hindia, Eropa. Begitu pula dalam bahasa Arab tidak jauh
berbeda dengan bahasa-bahasa lainnya yang masih serumpun dari bahasa Samiyah.
Mufradar-mufradat bahasa Arab yang terdiri dari dua asal yang berdiri sendiri
atau dari beberapa asa yang berdiri sendiri tidak sampai sepuluh kata dan itu
didapatkan karena jalan perkiraan. Diantara contohnya adalah seperti yang
disampaikan oleh Imam Khalil, dia berpendapat bahwa kata " لن "
terdiri dari " لا " dan " أن ".
Ibnu
Faris sebagai orang yang pertama memperluas
bahasan An-Naht,
patut menjadi catatan karena ia terlalu larut dalam pikirannya sehingga
beranggapan bahwa semua kata yang lebih dari tiga huruf pada dasarnya adalah
singkatan dari dua kata yang mempunyai akar kata tiga huruf. Ibnu Faris dengan
tegas menulis, “Ketahuilah bahwa dalam masalah ruba’iy
dan khumasiy terdapat sebuah pandangan dalam kaitannya dengan qiyas”.
Jika diperhatikan
secara cermat, dapat diketahui bahwa An-Naht merupakan pengambilan
dua kata, lalu
menyingkat keduanya menjadi satu kata.
Patut diamati pula dan sangat menarik
direnungkan yaitu
kritik Imil Badi’ Ya’qub. Ia menulis, sesudah mengemukakan empat
pembagian Al-Naht seperti ditulis sebelumnya bahwa dari contoh-contoh kategori
dua pertama termasuk jenis An-Naht, sedangkan kategori dua terakhir
terdapat banyak takalluf (dipaksakan), dan sangat disayangkan, karena ternyata
ia hanya merupakan temuan Ibnu Faris yang jauh dari fakta dan kenyataan.
Bahkan Ali Abd al-Wahid Wafi secara tegas menyatakan:
“Bahasa
Arab tidak dapat disingkat, dan kosakata Bahasa Arab dalam perkembangannya saat
ini, sangat konsisten dengan kemandirian dan kebebasan
serta enggan larut dalam bahasa lain’.
Peneliti
lain menyebutkan:
“Bahasa
Arab bukanlah bahasa yang dengan luwes menerima An-Naht seperti yang terjadi
pada bahasa lain, sebagaimana tertulis dalam buku-buku mereka. An-Naht
dalam Bahasa Arab hanya puluhan jumlahnya sedangkan dalam bahasa lain jumlahnya
ratusan bahkan ribuan”.
judul lagu yg terpasang di blog ini apa bung
BalasHapusmaher zain :)
BalasHapusItu nama referensi buku yg menjelaskan an naht itu apa ya ?
BalasHapus