ETIKA
PENGEMBANGAN ILMU
A.
Pengertian Etika
Agar lebih memahami mengenai pembahasan
mengenai “Etika Pengembangan \Ilmu”, alangkah lebih baiknya jika kita memahami
“Pengertian Etika” terlebih dahulu.
education |
Dalam bahasa Inggris, etika disebut ethic (singular)
yang berarti sistem of moral principles
or rules of behaviour, atau suatu sistem,
prinsip moral, aturan atau cara berprilaku. Akan tetapi, terkadang ethics (dengan
tambahan huruf s ) dapat berarti singular. Jika ini yang dimaksud maka ethic
berarti the branch of philosophy that deals with moral prinsiples, suatu
cabang filsafat yang memberikan batasan prinsip-prinsip moral. Jika ethics dengan
maksud plural (jamak) berarti moral principles that govern or influence a
person’s behaviour, prinsip-prinsip moral yang dipengaruhi oleh perilaku
pribadi.[1]
Menurut bahasa Yunani Kuno, etika berasal dari
kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika
adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi
studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Dari segi etimologi (asal kata),
istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” yang
berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli, yang
dikatakan baik itu apabila sesuai dengan kebiasaan masyarakat.
Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah
suatu ilmu yang mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana
yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.[2]
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
(1988), etika dirumuskan dalam tiga arti, yaitu;
1)
Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak
dan kewajiban moral (akhlak).
2)
Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3)
Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Jadi, dari pemaparan diatas dapat diambil
sebuah kesimpulan bahwa etika merupakan salah satu cabang utama filsafat yang
mengkaji nilai-nilai moral dan akhlak yang penilaiannya awal mula dipatok dari
sebuah kebiasaan. Nilai baik atau buruk suatu etika dipandang dari kebiasaan
atau adat yang berlaku dalam suatu masyarakat.
Penyelidikan tingkah laku moral dapat
diklasifikasikan dalam[3] :
1.
Etika deskriptif, yaitu yang mendeskripsikan tingkah laku moral
dalam arti luas. Seperti adat kebiasaan, anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan
yang diperbolehkan atau tidak. Objek penyelidikannya adalah individu dan
kebudayaan.
2.
Etika normatif. Dalam hal ini,
seseorang dapat dikatakan sebagai participation approach karena yang
bersangkutan telah melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang
perilaku manusia. Ia tidak netral karena berhak untuk mengatakan atau menolak
suatu etika tertentu.
3.
Mataetika. Awalan ”meta”
(Yunani) berarti melebihi atau melampaui. Mataetika bergerak seolah-olah
bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf
“bahasa etis” atau bahasa yang digunakan di bidang moral.
Contoh dari etika
dalam kehidupan sehari-hari, yaitu :
1)
Etika Pribadi. Misalnya
seorang yang berhasil dibidang usaha (wiraswasta) dan menjadi seseorang yang
kaya raya (jutawan). Ia disibukkan dengan usahanya sehinnga ia lupa akan diri
pribadinya sebagai hamba Tuhan. Ia mempergunakan untuk keperluan-keperluan
hal-hal yang tidak terpuji dimata masyarakat (mabuk-mabukan, suka mengganggu
ketentraman keluarga orang lain). Dari segi usaha ia memang berhasil
mengembangkan usahanya sehinnga ia menjadi jutawan, tetapi ia tidak berhasil
dalam emngembangkan etika pribadinya.
2)
Etika Sosial. Misalnya seorang pejabat pemerintah (Negara)
dipercaya untuk mengelola uang negara. Uang milik Negara berasal dari rakyat
dan untuk rakyat. Pejabat tersebut ternyata melakukan penggelapan uang Negara
utnuk kepentingan pribadinya, dan tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang
dipakainya itu kepada pemerintah. Perbuatan pejabat tersebut adalah perbuatan
yang merusak etika sosial.
3)
Etika moral berkenaan dengan kebiasaan berperilaku yang baik dan
benar berdasarkan kodrat manusia. Apabila etika ini dilanggar timbullah
kejahatan, yaitu perbuatan yang tidak baik dan tidak benar. Kebiasaan ini
berasal dari kodrat manusia yang disebut moral.
Contoh etika moral yaitu berkata jujur, menghargai hak orang lain, menghormati
orang tua dan guru, membela kebenaran dan keadilan dan menyantuni anak yatim
piatu.
B.
Peran
Etika Dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Ketika konsep ilmiah yang bersifat abstrak menjelma dalam bentuk kongkret
yang berupa teknologi. Teknologi di sini berarti penerapan ilmu pengetahuan
dalam memecahkan masalah-masalah praktis. Maka dalam tahap tersebut ilmu tidak
saja bertujuan menjelaskan gejala-gejala alam untuk tujuan pengertian dan
pemahaman, namun lebih jauh lagi yaitu bertujuan memanipulasi faktor-faktor
yang terkait dalam gejala tersebut untuk mengontrol dan mengarahkan proses
tersebut.
Dalam tahap manipulasi ini masalah moral muncul, berkaitan dengan cara
penggunaan pengetahuan ilmiah. Atau secara filsafati dapat dikatakan, dalam
tahap pengembangan konsep terdapat masalah moral yang ditinjau dari segi
ontologi keilmuan, sedangkan dalam tahap penerapan konsep terdapat masalah
moral ditinjau dari aksiologi keilmuan. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk
kebaikan manusia tanpa merendahkan martabat atau mengubah hakikat manusia.
Masalah moral tak bisa dilepaskan dari tekad manusia untuk menemukan
kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran diperlukan keberanian moral. Tanpa
landasan moral, ilmuwan akan mudah tergelincir ketika melakukan prostitusi
intelektual. Penalaran secara rasional yang telah membawa manusia
mencapai hakikatnya akan berganti dengan proses
rasionalisasi yang bersifat mendustakan kebenaran.[4]
C.
Problem
Etika Ilmu Pengetahuan
Penerapan dari ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan dimensi etis
sebagai pertimbangan dan kadang-kadang mempunyai pengaruh pada proses
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanggung jawab etis, merupakan hal
yang menyangkut kegiatan maupun pengguanaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam hal ini berarti ilmuwan dalam mengemban ilmu pengetahuan dan teknologi
harus memperhatikan kodrat dan martabat manusia, menjaga keseimbangan
ekosistem, bertanggung jawab kepada kepentingan umum, dan generasi mendatang,
serta bersifat universal. Karena pada dasarnya, ilmu pengetahuan dan teknologi
adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi manusia bukan untuk
menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggung jawab etis tidak hanya menyangkut upaya penerapan ilmu pengetahuan
dan teknologi secara tepat dalam kehidupan manusia. Akan tetapi, menyadari juga
apa yang seharusnya dikerjakan atau tidak dikerjakan untuk memperkokoh
kedudukan serta martabat manusia baik dalam hubungan sebagai pribadi dengan
lingkungannya maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab terhadap Khaliknya.
Jadi sesuai dengan pendapat Van Meslen, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi akan menghambat ataupun meningkatkan keberadaan manusia bergantung
pada manusianya itu sendiri, karena ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan
oleh manusia dan untuk kepentingan manusia dalam kebudayaannya.
Tugas
terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan agar
manusia dapat sungguh-sungguh mencapai martabat dirinya. Ilmu pengetahuan dan
teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri manusia. Tetapi juga
merupakan hasila perkembangan dan kreatifitas manusia itu sendiri.[5]
D.
Etika
Pengembangan Ilmu
Noeng Muhadjir membagi etika pengembangan ilmu ke dalam empat klaster,
yaitu, Temuan basic
research, Rekayasa teknologi, Dampak sosial rekayasa, dan Rekayasa sosial.[6]
1.
Temuan
basic research
Dunia ilmu telah menemukan DNA
sebagai konstitusi genetik makhluk hidup. Ditemukan DNA unggul dan DNA cacat.
Ketika mengembangkan DNA jati unggul untuk memperluas, mempercepat dan
meningkatkan kualitas reboisasi kita, tidak jadi masalah. Juga ketika kloning
domba kita berhasil dan tergambarkan bagaimana domba masa depan akan lebih
dapat memberikan protein hewani kepada manusia yang semakin bertambah dengan
pesat, juga tidak menimbulkan masalah. Tetapi ketika masuk ranah manusia,
apakah manusia unggul perlu dikloning dan pakah manusia yang memiliki DNA cacat
tidak diberi hak untuk memiliki keturunan, menimbulkan masalah HAM. Di Amerika
Latin ditemukan DNA keluarga cacat secara turun temurun, ditemukan pada
keluarga tersebut tidak ada bulu-bulunya, berbeda dengan DNA yang pada umumnya
berbulu. Di suatu lokasi di Indonesia ditemukan penduduk desa tersebut seluruhnya
mengalami mental retarded. Apakah tidak dapat diadakan upaya.
Telah ditemukan tiga partikel radio
aktif, yaitu sinar alpha, sinar beta dan sinar gamma dan sejenisnya yang
dikenal dengan sinar x, sangat berguna bagi dunia kedokteran, sinar beta yang dikenal
dengan sinar laser sangat berguna bagi dunia konstruksi, sinar alpha merupakan
radio aktif dan partikel alpha dikenal sebagai atom helium dan atom hydrogen.
Temuan tiga basic research itu sangat berguna bagi manusia, tetapi juga
sekaligus direkayasa untuk tujuan perang, mendeteksi musuh dalam gelap, untuk
membuat senjata laser dan bom atom, sangat menyedihkan jika dihadapkan untuk
tujuan perang.
Penisilin yang
ditemukan secara kebetulan oleh Alexander Fleming dalam wujud jamur dapat
dikembangkan menjadi adonan roti dan dapat dikembangkan menjadi bakteri
antibiotiok bagi banyak penyakit infeksi, sampai sekarang masih banyak
digunakan orang. Temuan
tersebut disyukuri banyak orang karena karena banyak sekali gunanya untuk
menyembuhkan keracunan darah, penumonia meningitis, dan berbagai infeksi.
Eksesnya baru diketahui akhir-akhir ini masalahnya sejauhmana etika diterapkan
pada penemuan tersebut.
Temuan DNA, atom dan penisilin
sebagai temuan basic research memang benar-benar hebat. Pengembangan DNA untuk teknlogi
genetik berprospek
bagus, sekaligus membuka masalah. Pengembangan temuan atom untuk pengembangan teknologi energi
dan teknologi medis sangat menjanjikan bagi manusia, tetapi sekaligus
menimbulkan masalah dalam penggunaannya dan juga terhadap eksesnya. Penggunaan
penisilin sebagai obat antibiotik yang mujarab patut dipujikan mengingat besar
jumlah orang yang meninggal karena infeksi. Tetapi ekses menjadi minimum
terhadap sejumlah obat siapa yang mesti bertanggung jawab. Apakah lebih
terkait pada tanggung jawab professional dokter atau pemahaman pasien terhadap
resiko. Temuan basic research tersebut tetap harus mempunyai ukuran baik dan
buruk, agar perkembangannya dapat sesuai dengan tujuan ilmu pengetahuan yang
sesungguhnya yaitu mensejahterakan manusia.
2.
Rekayasa
teknologi
Rekayasa teknologi adalah penerapan penerapan ilmu dan teknologi untuk menyelesaikan permasalahan manusia.
Hal ini diselesaikan lewat pengetahuan, matematika danpengalaman praktis yang diterapkan untuk mendesain objek atau proses yang berguna.[7] Tentu saja untuk
mencapai tujuan dari rekayasa teknologi tersebut harus berdasarkan kepada etika
pengembangan ilmu pengetahuan sebagai acuan baik dan buruknya ilmu tersebut
digunakan.
Thalidomide suatu temuan obat tidur yang dianggap aman
yang telah diujikan kepada binatang dan manusia. Kemudian para ilmuan menemukan
bahwa obat itu berbahaya jika dikonsumsi oleh ibu hamil memasuki bulan kedua
karena akan mengakibatkan anaknya cacat, ekses obat ini menyangkut masa depan
anak yang selamanya cacat fisik dan mengerikan.
3.
Dampak
sosial rekayasa
Dampak pengembangan teknologi dapat dipilah menjadi dua,
yaitu dampak pada kualitas hidup individu dan dampak pada kualitas hidup sosial
menyeluruh. Contohnya dengan ditemukanya energi partikel alpha yang radio aktif
dalam konstruksi pemikiran destruktif telah dipergunakan untuk membuat bom
nuklir yang mengakibatkan kehancuran secara massal dan merusak kelestarian alam, hal tersebut tidak menggunakan perkembangan ilmu
pengetahuan sesuai dengan etika pengembangan ilmu pengetahuan.
4.
Rekayasa
sosial
Sistem kapitalisme dan sistem sosialisme adalah merupakan
rekayasa sosial. Sistem sosialisme Rusia yang komonistik terbukti gagal
sehingga memang harus ditinggalkan. Sistem sosialisme Inggris dan
Perancis mengalami banyak sekali modifikasi sehingga semakin mendekat
dengan kapitalisme, sementara kapitalisme itu sendiri juga mengalami banyak
sekali perubahan. Ide demokrasi yang mengakui persamaan antar manusia merupakan
rekayasa sosial yang konter terhadap legitimasi monarki atau sistem kasta. Ide
demokrasi kapitalistik menampilkan struktur masyarkat bentuk piramidal, hal
mana 40 % merupakan masyarakat miskin yang diidealkan menerima kue kekayaan dan
pendapatan hanya sekitar 16 %, dan kenyataanya banyak yang lebih kecil dari 10
%. Marxisme menteorikan bahwa masyarakat terbelah menjadi dua golongan, yaitu
borjuis dan proleter yang anta gonistik. Ternyata muncul antar keduanya
golongan menengah yang makin besar.
Berkaitan dengan etika pengembangan ilmu, Yusuf
Al-Qardawi mengemukakan ada tujuh moralitas ilmu yang harus diperhatikan oleh
setiap ilmuwan. Di antaranya yaitu:
1.
Rasa
tanggung jawab di hadapan Allah.
Sebab ulama merupakan pewaris
para anbiya. Tidak ada pangkat yang lebih tinggi daripada pangkat kenabian dan
tidak ada derajat yang ketinggiannya melebihi para pewaris pangkat itu. “Pada
hari kiamat nanti, kaki manusia tidak akan bergerak sebelum ditanya kepadanya
empat masalah: tentang umurnya untuk apa dipergunakannya, tentang masa mudanya
untuk apa dihabiskanya, tentang hartanya dari mana diperoleh dan dibelanjakan
untuk apa serta tentang ilmunya, apa yang telah dilakukannya denga ilmunya itu”.
Diriwayatkan oleh Al-Bazzar dan Ath-Thabrani, dengan isnad shahih dan dengan
lapadznya, termaktub dalam Kitab At-Targhib, hadits nomor 1564. Semakin
luas penguasaan akan ilmu oleh seorang ulama/ilmuwan, maka semakin berat
tanggung jawabnya.
2. Amanat Ilmiah.
Sifat amanah merupakan kemestian iman
termasuk ke dalam moralitas ilmu, tak ada iman bagi orang yang tidak memiliki
sifat amanah. Dalam memberikan kriteria orang beriman Allah menjelaskan dalam
firman-Nya:
وَالَّذِينَ هُمْ لأمَانَاتِهِمْ
وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (٨)
Artinya: “Dan orang-orang yang memelihara
amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” (Q.S. Al-Mukminun: 8)
Sebaliknya sifat khianat merupakan
kriteria orang yang munafik, yang salah satu sifatnya yang paling menonjol
adalah apabila diberikan amanat maka dia berkhianat. Rasulullah SAW bersabda: “Hendaklah
kamu saling menasehati dalam hal ilmu, karena sesungguhnya khianat seseorang
diantara kamu dalam ilmunya lebih dasyat daripada khianatnya dalam urusan harta
dan sesungguhnya Allah akan meminta pertanggung jawabanmu pada hari kiamat.”
Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani, lihat Majmu’uz Zawaid jilid I halaman
141 dan At-Targhib jilid I hadits nomor 206.
Salah satu dari amanat ilmiah adalah
merujuk ucapan kepada orang yang mengucapkanya, merujuk pemikiran kepada
pemikirnya, dan tidak mengutip dari orang lain kemudian mengklaim bahwa itu
pendapatnya karena hal seperti itu merupakan plagiat dan penipuan. Berkaitan
dengan ini dapat disaksikan bahwa ilmuan kaum muslimin sangat memprihatinkan
tentang sanad di dalam semua bidang ilmu yang mereka tekuni, bukan hanya dalam
bidang hadits saja.
Seseorang yang tahu bertahan dengan
pendiriannya dan terhadap hal-hal yang tidak diketahuinya dia
berkata: “Aku tidak tahu.” Di dalam dunia ilmiah tidak dikenal sifat malu dan
sombong. Dunia ilmiah selalu mengakui kebenaran apapun atau faedah apapun yang
sudah jelas, sekalipun bersumber dari orang yang tidak memiliki ilmu yang luas
atau berusia muda atau berkedudukan rendah. Dari Zubair bin Math’am bahwa
seorang pria bertanya: “Ya Rasulullah, daerah mana yang paling disukai Allah
dan daerah mana yang paling dimurkai Allah ? Rasulullah menjawab: “aku tidak
tahu sebelum aku menanyakannya kepada Jibril.” Rasulullah didatangi
Jibril dan memberitahukan bahwa: “Sesungguhnya daerah yang paling dicintai
Allah adalah mesjid-mesjid dan yang paling dimurkai Allah adalah pasar-pasar.”
Ibnu Said dan Ibnu Abdil Bar tentang ilmu, Khanzul Ummah jilid I hadits
nomor 1419.
Para sahabat Rasulullah dan para
tabi’in tidak malu untuk mengatakan tidak tahu, terhadap hal-hal yang memang
mereka tidak mengetahuinya atau mereka mempersilahkan kepada orang lain demi
kebenarann. Mereka tidak merasa rendah diri dan tidak pula takabbur.
Pendapat-pendapat mereka tanpa ragu mereka tarik jika
ternyata ijtihad mereka tidak benar.
3. Tawadhu.
Salah satu moralitas yang harus
dimiliki oleh ilmuwan ialah tawadhu. Orang yang benar berilmu
tidak akan diperalat oleh ketertipuan dan tidak akan diperbudak oleh perasaan
‘ujub mengagumi diri sendiri, karena dia yakin bahwa ilmu itu adalah laksana
lautan yang tidak bertepi yang tidak ada seorang pun yang akan berhasil
mencapai pantainya. Maha
benar Allah dengan firman-Nya:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ
الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلا (٨٥)
Artinya:
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu
Termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit". (Q.S. Al-Isra: 85)
4. Izzah.
Perasaan mulia yang merupakan fadhillah paling spesifik bagi
kaum muslimin secara umum. Allah berfirman:
يَقُولُونَ لَئِنْ رَجَعْنَا إِلَى
الْمَدِينَةِ لَيُخْرِجَنَّ الأعَزُّ مِنْهَا الأذَلَّ وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ
وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَعْلَمُونَ (٨)
Artinya:
“Mereka berkata: "Sesungguhnya jika kita telah kembali ke
Madinah, benar-benar orang yang kuat akan mengusir orang-orang yang lemah dari
padanya." Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan
bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tiada mengetahui.”
(Q.S. Al-Munafiqun: 8)
Izzah di sini adalah perasaan diri
mulia ketika menghadapi orang-orang yang takabbur atau orang yang berbangga
dengan kekayaan, keturunan, kekuatan atau kebanggaan-kebanggaan lain yang
bersifat duniawi. Izzah
adalah bangga dengan iman dan bukan dosa dan permusuhan. Suatu perasaan mulia
yang bersumber dari Allah dan tidak mengharapkan apapun dari manusia, tidak
menjilat kepada orang yang berkuasa.
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعِزَّةَ
فَلِلَّهِ الْعِزَّةُ جَمِيعًا إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ
وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ وَالَّذِينَ يَمْكُرُونَ السَّيِّئَاتِ لَهُمْ
عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَكْرُ أُولَئِكَ هُوَ يَبُورُ (١٠)
Artinya: “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, Maka
bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya. kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan
yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya. Dan orang-orang
yang merencanakan kejahatan bagi mereka azab yang keras. dan rencana jahat
mereka akan hancur.” (Q.S. Fathir: 10)
Merasa cukup adalah perasaan yang ada
sebelum seseorang memiliki yang sesungguhnya ada. Sementara orang
yang memiliki harta banyak, tetapi sebenarnya jiwanya miskin dan tangannya
terbelenggu, kikir, padahal sementara orang lain yang bertangan hampa tidak
berharta masih tetap merasa lebih kaya dari Qarun. Dalam sebuah hadits
Rasulullah bersabda: “Yang disebut kaya bukanlah karena banyak harta akan
tetapi yang sesungguhnya kaya adalah kaya hati.” (Hadits Muttafaq ‘Alaihi
dari Abu Hurairah)
5.
Mengutamakan
ilmu.
Salah satu moralitas yang orisinil dalam Islam adalah menerapkan ilmu dalam
pengertian bahwa ada keterkaitan antara ilmu dan iradah. Kehancuran kebanyakan
manusia adalah karena mereka berilmu, tetapi tidak mengamalkan ilmu itu atau
mengamalkan sesuatu yang ertolak belakang dengan apa yang mereka ketahui,
seperti dokter yang mengetahui bahayanya suatu makanan atau minuman bagi
dirinya tetapi tetap juga dia menikmatinya karena mengikuti hawa nafsu atau tradisi.
Seorang moralis yang memandang sesuatu perbuatan tetapi dia sendiri ikut
melakukannya dan bergelimang dengan kehinaan itu. Jenis ilmu yang hanya
teoritis seperti ini tidak diridhai dalam Islam
6.
Menyebarkan
ilmu adalah moralitas yag harus dimiliki oleh para ilmuwan/ulama.
Mereka berkewajiban agar ilmu
tersebar dan bermanfaat bagi masyarakat. Ilmu yang disembunyikan tidak
mendatangkan kebaikan, sama halnya dengan harta yang ditimbun.[22] Ketika Haji Wada’ diakhir khutbah Rasulullah SAW
berpesan: “Hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.”
(Hadits Muttafaq ‘Alaihi). Abu Hurairah meriwayatkan dari Rasulullah SAW: “Barangsiapa
yang ditanya tentang sesuatu yang diketahuinya, lalu dia menyembunyikannya, ada
hari kiamat dia dibelenggu dengan belenggu dari apai neraka.” (Diriwayatkan
oleh Abu Daud, Ibnu Hibban, Ibnu Majah, At-Tirmidzi, Al-Naihaqi dan Al-Hakim).
7.
Hak
cipta dan penerbit.
Mengenai hak cipta dan penerbit digambarkan bahwa kehidupan para ilmuan
tidak semudah kehidupan orang lain pada umumnya, karena menuntut kesungguhan
yang khusus mlebihi orang lan, seorang ilmuwan pengarang memerlukan
perpustakaan yang kaya dengan referensi penting dan juga memerlukan
pembantu yang menolongnya untuk menukil, mengkliping dan sebaginya dan
memerlukan pula orang yang dapat menopang khidupan keluarganya.
Tanpa semua itu tidak mungkin seorang pengarang akan menghasilkan suatu karya
ilmiah yang berbobot.
Di samping itu, jika suatu karya ilmiah telah diterbitkan kadang-kadang
pengarang masih memerlukan lagi proses koreksi dan perbaikan-perbaikan, semua ini memerlukan
tenaga dan biaya. Oleh karena itu, jika dia sebagai pemilik suatu karya ilmiah
maka dialah yang berhak mendapatkan sesuatu berkenan dengan karya ilmiahnya.
Tetapi perlu diingat dan dipertegas satu hal, bahwa jangan sampai penerbit dan
pengarang mengeksploitasi para pembaca dengan menaikkan harga buku-buku dengan
harga yang tidak seimbang dengan daya beli pembaca atau pendapatan yang
diperoleh pembaca. Jika terjadi yang demikian maka hal itu tidak dibenarkan
oleh syara’.[8]
E.
Teori
Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Etika pengembangan ilmu pengetahuan
mambahas tentang ukuran baik dan buruknya perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam
pembahasan ini akan dijelaskan mengenai teori kebenaran ilmu pengetahuan
sebagai salah satu acuan ukuran kebenaran suatu ilmu pengetahuan.
Menurut Jujun S. Suriasumantri, ilmu
merupakan suatu pengetahuan yang menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah
tersebut tidal lagi merupakan misteri. Secara epistemologi, ilmu memanfaatkan
dua kemampuan manusia dalam mempelajari alam, yakni pikiran dan indra. Kedua
cara tersebut digabungkan dalam mempelajari gejala alam untuk menemukan
kebenaran. Dalam menemukan kebenaran, ilmu menyandarkan dirinya kepada teori
kebenaran koherensi, korespondensi, positivistik, pragmatik, esensialisme,
konstruktivisme, dan religiusisme.
a.
Koherensi
Koherensi merupakan teori kebenaran
yang menegaskan bahwa suatu proposisi (pernaytaan) akan diakui benar apabila
memiliki hubungan dengan proposisi sebelumnya yang sudah dianggap benar dan
dapat dibuktikan secara logis sesuai dengan kebutuhan logika. Teori ini juga
menyatakan sesuatu itu benar jika terdapat adanya konsistensi yang ditangkap
subjek yang satu dengan yang lainnya tentang suatu realita yang sama.
b.
Korespondensi
Korespondensi merupakan teori kebenaran
yang mengatakan bahwa suatu ilmu itu benar apabila proposisi bersesuaian dengan
realitas yang menjadi objek pengetahuan itu. Sesuatu dianggap benar apabila apa
yang diungkapkan sesuai dengan fakta.
c.
Positivisme
Positivisme adalah cara pandang dalam
memahami dunia dengan berdasarkan sains. Positivisme sebagai perkembangan
empirisme yang ekstrem, adalah pandangan yang menganggap bahwa yang dapat
diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang empirik”.
d.
Pragmatisme
Pragmatisme merupakan teori kebenaran
yang mendasarkan diri kepada kriteria tentang fungsi atau tidaknya suatu
pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu. Pragmatisme berusaha menguji
kebenaran ide-ide melalui konsekuensi-konsekuensi daripada praktik atau
pelaksanaannya. Artinay, ide-ide itu belum diaktakan benar atau salah sebelum
diuji.
e.
Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang
didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban
umat manusia. Esensialisme memberikan dasar berpijak pada pendidikan yang penuh
dengan fleksibilitas, terbuka pada perubahan, toleran, dan tidak ada
keterkaitan dengan doktrin tertentu. Esensialisme memandang bahwa pendidikan
harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai yang terpilih yang mempunyai tata yang
jelas.
f.
Konstruktivisme
Teori konstruktivisme didefinisikan
sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta suatu
makna dari apa yang dipelajari
g.
Religiusisme
Teori religiusisme memaparkan bahwa
manusia bukanlah semata-mata makhluk jasmaniah, tetapi juga makhluk rohaniah.
Oleh karena itu , muncullah teori religius ini yang kebenarannya secara
ontologis dan aksiologis bersumber dari sabda Tuhan yang disampaikan melalui
wahyu.[9]
[2] Dian Herdianti, Pengertian Etika dan Contoh dari Etika , (diakses melalui online di http :
//exoticupurple.wordpress.com/2011/10/04/pengertian-etika-dan-contoh-dari-etika.com
tanggal 28/11/12 pkl. 08.00 WIB)
[6] Fadliyanur, Etika
dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan, (diakses melalui online di http://fadliyanur.multiply.com
tanggal 29/11/2012 pkl 06.32)
[8]
Fadliyanur, Op. Cit.
[9]
Mohammad Adib, Op. Cit. h. 118
0 komentar:
Posting Komentar